Strategi Penanganan Nelayan Indonesia-Malaysia

- Sabtu, 25 Maret 2023 | 11:16 WIB
Ilustrasi nelayan yang akan pergi menangkap ikan dengan kapalnya yang menggunakan BBM. (dimitrisvetsikas1969)
Ilustrasi nelayan yang akan pergi menangkap ikan dengan kapalnya yang menggunakan BBM. (dimitrisvetsikas1969)

Journalnusantara.com, Malaysia - Mengingat banyaknya kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh aparat penegak hukum Malaysia, KBRI Kuala Lumpur memprakarsai diadakanya Frum Grup Discussion (FGD) tentang “Strategi Penanganan Nelayan Indonesia-Malaysia” pada tanggal 21 Maret 2023 bertempat di Hatten Hotel Melaka.

FGD ini diikuti oleh perwakilan lintas Kementerian/Lembaga di Pusat dan Daerah, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, BAKAMLA, Pemprov Sumatera Utara, Pemprov Kepulauan Riau, serta perwakilan RI di Malaysia (Kuala Lumpur, Johor Bahru, Penang, Kota Kinabalu, Kuching, dan Tawau).

Hadir sebagai narasumber yakni Direktur PWNI Kemlu RI, Direktur Penanganan Pelanggaran KKP RI, perwakilan BAKAMLA RI dan Kementerian Perhubungan RI, serta praktisi hukum Malaysia.

Atase Perhungan KBRI KL, Supendi selaku Ketua Panitia menyatakan bahwa selama tahun 2022 tercatat setidaknya 122 orang ABK/nelayan tradisional dari 2 kapal ikan dan 19 perahu nelayan ditangkap oleh aparat penegak hukum Malaysia.

Baca Juga: Memaknai Keberkahan Ramadan - 03

Mereka dikenakan dakwaan melanggar Akta Perikanan 1985 dan Akta Imigresen 1963. Dari 122 orang ini, 96 orang dijatuhi hukuman antara 6 bulan s/d 3 tahun. Sedangkan 26 orang lainya dipulangkan. Seluruh barang bukti disita.

Diskusi menghasilkan beberapa butir rekomendasi di antaranya peningkatan koordinasi dan komunikasi antara perwakilan RI dengan instansi terkait di Indonesia (hotline communication), edukasi dan awareness nagi para nelayan serta peran aktif Pemerintah Daerah dalam mencegah nelayan Indonesia memasuki perairan Malaysia.

Kementerian dan Pemda terkait perlu secara berkesinambungan melakukan sosialisasi kepada nelayan tradisional di pesisir pulau Sumatera dan Kepulauan Riau mengenai batas-batas wilayah perairan kedua negara terutamanya grey area.

Kapal ikan yang digunakan agar dilengkapi dengan sarana navigasi seperti AIS, GPS dan VMS agar mudah mengetahui posisi kapalnya sudah memasuki perairan Malaysia atau belum.

Diskusi juga memandang perlunya peninjauan kembali serta amandemen teks MoU Common Guidelines yang ditandatangani pada 2012, agar dapat memberikan pedoman yang lebih komprehensif dalam penanganan nelayan khususnya di grey area perbatasan laut Indonesia-Malaysia.

Baca Juga: Akses Jalan Tol ke Pelabuhan Patimban Subang Terus Dibangun

Highlights pembahasan dan rekomendasi lain yang dihasilkan dalam FGD yaitu usulan untuk mengadopsi Trans Border Card bagi nelayan pesisir Indonesia-Malaysia sehingga mereka dapat beraktifitas menangkap ikan di wilayah grey area Selat Melaka dan Laut Natuna tanpa rasa takut ditahan karena untuk memenuhi keperluan hidup keseharian.

FGD juga mencatat pentingnya kesamaan data yang dimiliki Pusat dan Perwakilan di Malaysia untuk kasus-kasus nelayan yang ditangani kedua negara, serta penyusunan anatomy of crime mengingat terdapat beberapa kasus penangkapan kapal ikan kedua negara yang terkait dengan kejahatan antar-negara (TNC) seperti penyelundupan manusia, narkoba dan produk ilegal lainnya, dan penguatan kerjasama hukum kedua negara.

Diharapkan FGD ini merupakan langkah awal untuk terus menerus membangun kesinambungan dalam meningkatkan perlindungan bagi nelayan tradisional Indonesia.

Halaman:

Editor: Wandi Ruswannur

Tags

Artikel Terkait

Terkini

DPR Ungkap Hubungan Historis Indonesia Suriah

Jumat, 19 Mei 2023 | 14:53 WIB

RI-Korsel Rayakan 50 Tahun Hubungan Bilateral

Selasa, 16 Mei 2023 | 06:57 WIB

Dakwah NU di Jepang

Rabu, 26 April 2023 | 07:17 WIB

Strategi Penanganan Nelayan Indonesia-Malaysia

Sabtu, 25 Maret 2023 | 11:16 WIB

Gamelan Bali Menggema di Osaka Jepang

Senin, 13 Maret 2023 | 05:42 WIB

Naik Drastis, India Jadi Negara Terpadat di Dunia

Selasa, 31 Januari 2023 | 10:41 WIB
X