Journalnusantara.com, Cianjur - Aktifis anti korupsi, Asep Tohari meminta aparat penegak hukum (APH) Cianjur melakukan kroscek secara langsung dugaan pemotongan bantuan untuk pesantren. Ia mengungkapkan adanya bermacam bentuk potongan oleh pihak ketiga dalam berbagai bantuan untuk Pondok Pesantren di Kabupaten Cianjur.
Ia menyebutkan, kuat dugaan ada broker, baik atas nama perwakilan kelompok tertentu, organisasi keagamaan, atau forum-forum masyarakat lainnya, yang menerima imbalan karena telah memperlancar pencairan bantuan.
"Dugaan ada potongan sekian persen yang dikenakan atas total bantuan yang diterima pondok pesantren oleh para makelar ini," ujar Asep kepada wartawan, Rabu (17/05/2023).
Temuan tersebut berdasarkan pemantauan langsung yang didukung oleh mitra lokal di banyak lokasi di Cianjur. Asep mengatakan, sistem distribusi bantuan pemerintah selalu dibayang-bayangi birokrasi informal yang menempatkan diri sebagai middle-man alias broker.
Baca Juga: Setelah Lampung, Kini Pemerintah Pusat Ambil Alih Jalan Rusak di Jambi
"Peran mereka seakan-akan mulia padahal sebaliknya, yakni memperlancar administrasi agar bantuan segera dapat dicairkan," terang Asep.
Asep menyatakan, sokongan untuk menyusun proposal kebutuhan serta bantuan untuk menyiapkan administrasi dan persyaratan lainnya bukan sesuatu yang gratis.
"Potongan sekian persen dikenakan atas total bantuan yang diterima pondok pesantren oleh para makelar ini," bebernya.
Menurut Asep, pengurus ponpes yang kurang tahu informasi dan minim kapasitas administrasi sudah pasti menjadi korban. Tak ayal, banyak ponpes tertimpa masalah, yaitu bayang-bayang potongan ilegal atas bantuan yang mereka terima.
Baca Juga: Dugaan Korupsi, 2 Kades di Cianjur Berjamaah Ditangkap Aparat Penegak Hukum
Ia menilai, berbagai temuan potensi penyimpangan, dan potongan ilegal yang menyiratkan persoalan birokrasi yang telah berurat akar. Pondok Pesantren hanya satu dari sekian banyak institusi pendidikan yang babak belur, bukan hanya pasca pandemi, melainkan juga korupsi yang menggurita.
Asep juga menjelaskan, salah satu faktor yang paling menonjol dan memicu masalah klasik korupsi adalah kacaunya pendataan pondok pesantren yang dilakukan oleh lembaga terkait.
"Misalnya, data pesantren yang tidak akurat (by name by address), klasifikasi pesantren penerima bantuan yang tidak cocok dengan profil di lapangan, pesantren dengan nama dan alamat ganda, dan pesantren fiktif, yakni pesantren yang terdata tapi faktanya mereka tidak beroperasi selayaknya pesantren, atau bahkan tidak ada sama sekali," terangnya.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Kementerian Komunikasi dan Informatika Rugikan Negara Rp8 Trilyun
Artikel Terkait
RI-Korsel Rayakan 50 Tahun Hubungan Bilateral
Dugaan Korupsi, 2 Kades di Cianjur Berjamaah Ditangkap Aparat Penegak Hukum
Alhamdulillah, Kuota Haji Indonesia Bertambah
Dugaan Korupsi Kementerian Komunikasi dan Informatika Rugikan Negara Rp8 Trilyun
Skuad Garuda Muda Bakal Diganjar Bonus Besar Jika Juara SEA Games 2023
Cerita Sedih di Sebuah Sore Hari
Setelah Lampung, Kini Pemerintah Pusat Ambil Alih Jalan Rusak di Jambi
Usai Ceraikan Dewi Perssik, Angga Wijaya Akan Nikahi Pengusaha
Pergoki Suami Selingkuh Dengan Nenek Tua, Isteri: Nenek Peot Juga Bisa Jadi Pelakor
Menkominfo Ditetapkan Tersangka Korupsi BTS, Surya Paloh Kumpulkan Pengurus Nasdem